1.
Pengertian Kecerdasan
Spiritual
Kecerdasan adalah perihal cerdas, kesempurnaan
dan perkembangan akal budi pekerti seperti kepandaian dan ketajaman pikiran .[1] dalam hal ini para
mengenai pengertian kecerdasan sendiri diantara para ilmuan masis terdapat
perbedaan. Seperti halnya menurut Claparede dan Stern mendenifisikan arti intelligence/kecerdasan
adalah penyesuaian diri secara mental terhadap situasi atau kondisi baru.
Sedangkan menurut K. Buhler mendenifisikan intelligence/kecerdasan
adalah perbuatan yang disertai dengan pemahaman.
Pengertian kecerdasan sendiri dipahami selamaini
seakan-akan hanya berkaitan dengan kepandaian, sehingga digambarkan drngan
ukuran-ukuran intelektualitas dan ilmu pengetahuan semata. Kalaupun kemudian
kecerdasan dihubungkan dengan aspek masalah yang bernuansa spiritual, itupun
masih bersifat subtansial.
Sedangkan spiritual adalah kejiwaan, rohani,
bathin, mental dan moral. Secara etimologi kecerdasan spiritual adalah
kecerdasan yang berkaitan dengan kesempurnaan perkembangan kejiwaan, rohani,
bathin, mental dan moral dan akhlak seseorang.[2]
Kecerdasan spiritual (yang dikenal dengan
istilah SQ) menurut Danah Zohar dan Ian Marshal merupakan kecerdasan untuk
menghadapi dan memecahkan prilaku dan hidup kita dalam konteks makna yang lebih
luas dan kaya, kecerdasan untuk menilai bahwa tindakan hidup seseorang lebih
bermakna dengan yang lain.[3]
Namun SQ pembahasannya baru sebatas tataran psikologi (biologi) semata, tidak
bersifat transedental (ketauhidan), akibatnya masih dirasakan adanya kebuntuan,
sedangkan Ary Ginandjar Agustian dalam bukunya ESQ, mengatakan bahwa kecerdasan
spiritual adalah kemampuan untuk memberi makna ibadah terhadap setiap prilaku
dan kegiatan melalui langkah-langkah dan pemikiran yang bersifat fitrah, menuju
manusia seutuhnya (Kamil) dan memiliki pola pemikiran tauhidi (integralistik)
serta berpotensi hanya kepada Allah.[4] mengapa SQ lebih penting daripada IQ dan EQ ?
karena pendidikan yang sejati itu adalah pendidikan hati dan budi pekerti,
serta kecerdasan spiritual itu adalah membimbing Manusia untuk mendidik hati
dan budi pekerti (akhlak). Oleh karena itu, memandang fitrah manusia yang
dibekali oleh Allah SWT berupa kecerdasan (emosi, intelektual, dan spiritual)
maka orang tua dan pendidik sebagai lembaga pendidikan utama dalam pembentukan
dan pengembangan kecerdasan anak adalah sangat penting. Orang tua sebagai
penanggung jawab atas kehidupan keluarga harus memberikan pendidikan Agama
Islam kepada anak-anaknya dengan menanamkan ajaran agama dan pendidikan akhlak
sehingga anak akan menjadi pribadi yang tangguh dan bermoral, karena pendidikan
akhlak yang diberikan dalam keluarga adalah peletak dasar bagi pendidikan
selanjutnya bagi anak. Tegasnya keluarga atau lembaga adalah kontrol
utama dalam pembinaaan dan pendidikan akhlak, akhlak luhur merupakan pondasi
dan jaminan bekal untuk kesempurnaan Islam dalam pembinaan dan pengembangan
pribadi manusia, yang mana fitrah terdapat pada setiap jiwa Manusia berupa
kecerdasan dan akal serta akhlak akan terbentuk jika ada latihan dan pembiasaan
melalui proses waktu yang berlangsung terus menerus yaitu proses pendidikan.
Sehingga dengan penanaman pendidikan agama yang benar maka potensi kecerdasan
manusia akan terbentuk terutama kecerdasan spiritual.
Pendidikan yang diberikan kepada anak-anak yang
harus dilaksanakan orang tua sebagai penanggung jawab utama bagi kelangsungan
kehidupan anak-anak mereka dalam pandangan Islam mencakup beberapa aspek,
seperti yang tercantum dalam surat Luqman ayat 13-19 antara lain adalah sebagai
berikut:
a.
Pembinaan iman
dan tauhid (ayat 13-16)
b.
Pembinaan
Akhlak (ayat 14,15,18 dan 19)
c.
Pembinaan
ibadah (ayat 17)
d.
Pembinaan
kepribadian dan sosial anak (ayat 16-17).
2.
Tujuan
Kecerdasan Spiritual
Kenapa pembentukan Kecerdasan Spiritual itu
sangatlah penting bagi siswa lebih-lebih manausia pada masa sekarang ini,
karena dengan pendidikan spiritual manusia akan bisa mengobati penyakit dirinya
sendiri, akibat krisis multidimensi yang sudah melanda manusia saat ini dan
kecerdasan spiritual itu adalah salah satu jenis kecerdasan untuk menghadapi
dan memecahkan persoalan makna dan nilai serta menjadi pondasi utama untuk
mengefektifkan kecerdasan intelektual dan emosional.[5] Karena
kecerdasan spiritual (SQ) lebih
penting dari pada kecerdasan Intelektual (IQ) dan kecerdasan Emosional (EQ)
karena Kecerdasan spiritual (SQ) mampu mengungkap
pereniel (yang abadi, yang asasi, yang spiritual, yang fitrah) dalam struktur
manusia[6]
Puncak dari kecerdasan spiritual adalah
pemahaman diri sendiri yang pada muaranya akan memahami hakikat sang Khaliq. Barang siapa yang mengenal dirinya
sendiri, maka ia akan mengenal Tuhannya.
Dalam ungkapan al-Ghazali, istilah kecerdasan
spiritual yaitu disamakan dengan kecerdasan qalbiyah. Menurutnya tujuan
puncak kecerdasan spiritual atau kecerdasan qalbiyah adalah mencapai tazkiyah
alnafs (pensucian jiwa) yang optimal dengan keuletan melaksanakan arriyadhah
(latihan-latihan spiritual).
Sedangkan tujuan pembentukan kecerdasan
spiritual bagi siswa diantaranya adalah :
b. Untuk membentuk manusia yang tenang dan damai
dalam batinnya.
c. Untuk membentuk manusia bersikap positif.[8]
d. Untuk membentuk manusia yang tahan banting dalam mengarungi kehidupan di dunia ini.
3. Ciri-Ciri Kecerdasan Spiritual
Adapun ciri-ciri orang yang spiritualnya
bekerja secara efektif adalah sebagai berikut:
a.
Memiliki
prinsip dan pegangan hidup jelas dan kuat yang berpijak pada kebenaran
universal baik berupa cinta, kasih sayanga dan lain-lain.
b.
Memiliki
kemampuan untuk menghadapi dan memanfaatkan penderitaan dan memiliki kemampuan
dalam menghadapi rasa takut.
c.
Mampu memaknai
semua aktivitasnya dalam kerangka yang lebih luas dan bermakna.
d.
Memiliki
kesadaran diri yang tinggi.[9]
4.
Metode
Pembentukan Kecerdasan Spiritual
Dalam upaya pembentukan kecerdasan spiritual
pada anak dimulai dari lingkungan keluarga dan lingkungan sekolah. Sebagaimana
kita ketahui bahwa pendidikan dan bimbingan yang diberikan kepada anak ketika
mereka masih kanak-kanak akan memiliki pengaruh yang kuat di dalam jiwa mereka,
sebab masa tersebut memang merupakan masa persiapan dan pengarahan.
Tauhid merupakan pelajaran pertama yang harus
diberikan orang tua kepada anak-anaknya untuk mengembangkan fitrahnya, sebab
secara fitri anak dilahirkan dalam keadaan membawa fitrah tauhid. Dengan
pendidikan ibadah maka si anak akan mampu mengembangkan potensi fitrahnya, dan
dengan pendidikan hati/jiwa akan mampu membersihkan jiwa dan penyakit hati.
Dari uraian diatas, maka kita bisa menyimpulkan
bahwa pembentukan kecerdasan spiritual bagi anak adalah hal yang paling utama
untuk dapat diberikan kepada anak-anak sejak sedini mungkin. Sehingga dengan
pendidikan yang didapatkan dari keluarga akan menjadi bekal utama bagi
kehidupan anak dan akan berpengaruh dalam perkembangan serta pertumbuhan
selanjutnya yang diharapkan akan terwujud anak yang cerdas secara spiritual,
intelektual dan beradab. Dengan bimbingan, pendidikan, pengarahan dan
penjelasan serta aplikasi yang benar tentang ajaran agama hal itu suatu upaya
bagi lembaga atau keluarga dalam pembentukan kecerdasan spiritual siswa atau
anaknya, pendidikan agama menjadi hal yang terpenting bagi itu semua
lebih-lebih pendidikan akhlak.
5. Cara Meningkatkan Kecerdasan Spiritual
Adapun cara meningkatkan kecerdasan sosial menurut Prof.
Dr. Khalil Khavari, sebagaimana dikutip Muhidin, 2011 dalam Abdul Wahid, adalah
sebagai berikut :[10]
a.
Mulailah dengan banyak merenungkan secara mendalam
persoalan-persoalan hidup yang terbaik, baik di dalam diri sendiri, termasuk
yang terjadi di luar diri sendiri. Perenungan bisa dilakukan di tempat-tempat
sunyi sehingga lebih memungkinkan kepada otak untuk bekerja secara efektif dan
maksimal.
b.
Melihat kenyataan-kenyataan hidup secara utuh dan menyeluruh.
Adapun yang dialami baik kesedihan dan penderitaan haruslah diletakkan dalam
bingkai yang lebih bermakna. Dengan demikian jika datang penderitaan, kita akan
melewati dengan ketenangan dan kesabaran.
c.
Mengenali motif diri, motif atau tujuan yang kuat akan memiliki
implikasi yang kuat bagi seseorang dalam mengarungi kehidupan, sebab motif
merupakan energi yang sangat luar biasa yang menggerakkan potensi diri.
Sedangkan menurut sukidi dalam Muhidi, 2011, empat langkah mengasah
kecerdasan spiritual adalah:[11]
a.
Kenalilah Diri Anda. Orang yang sudah tidak bisa mengenal dirinya
sendiri akan mengalami krisis makna hidup maupun krisis spiritual. Karenanya,
mengenali diri sendiri adalah syarat pertama untuk meningkatkan kecerdasan
spiritual.
b.
Lakukan Intropeksi Diri. Dalam istilah keagamaan dikenal sebagai
upaya pertobatan, ajukan pertanyaan pada diri sendiri, sudahkah perjalanan
hidup dan karier saya berjalan atau berada di rel yang benar?. Barangkali saat
kita melakukan introspeksi, kita menemukan bahwa selama ini telah melakukan
kesalahan, kecurangan, atau kemunafikan terhadap orang lain.
c.
Aktifkan Hati Secara Rutin. Dalam konteks beragama adalah mengingat
Tuhan. Karena, Dia adalah sumber kebenaran tertinggi dan kepada Dia-lah kita
kembali. Dengan mengingat Tuhan, maka kita menjadi damai. Hal ini membuktikan
kenapa banyak orang yang mencoba mengingat Tuhan melalui cara berzikir,
tafakur, sholat tahajud, kontemplasi di tempat sunyi, bermeditasi, dan lain
sebagainya.
d.
Menemukan Keharmonisan dan Ketenangan Hidup. Kita tidak menjadi
manusia yang rakus akan materi, tapi dapat merasakan kepuasan tertinggi berupa
kedamaian dalam hati dan jiwa, hingga kita mencapai keseimbangan dalam hidup
dan merasakan kebahagian spiritual.
6.
Manfaat Kecerdasan Spiritual
Manusia yang mampu merenungi keberadaan dirinya akan sampai pada kesadaran
keluarbiasaan dan keajaiban dirinya sebagai makhluk ciptaan Tuhan. Kesadaran akan keajaiban ini akan
menempatkan manusia pada kesadaran spiritual dengan
menjadikan nilai-nilai spiritual sebagai bagian penting dalam hidupnya. Oleh karena
itu ada beberapa manfaat yang bias didapatkan dari Kecerdasan
Spiritual (Spiritual Quotient) ini, yaitu :[12]
a. Munculnya penghargaan kepada orang
lain yang merupakan
bagian dari kesadaran spiritual mereka yang akan melatarbelakangi setiap sisi hubungannya dengan orang lain. Kondisi ini akan menempatkan orang lain pada posisi yang tinggi sebagaimana dia menempatkan dirinya pada posisi yang tinggi dalam konteks alam semesta yang maha luas.
bagian dari kesadaran spiritual mereka yang akan melatarbelakangi setiap sisi hubungannya dengan orang lain. Kondisi ini akan menempatkan orang lain pada posisi yang tinggi sebagaimana dia menempatkan dirinya pada posisi yang tinggi dalam konteks alam semesta yang maha luas.
b. Menggali
nilai-nilai. Nilai adalah panduan untuk bertindak atau
bersikap yang berasal dari dalam diri sendiri tentang menjalani hidup dan
mengambil keputusan. Nilai-nilai itu dapat berbentuk kejujuran, kebenaran, ketidakberpihakan, keadilan, kehormatan adalah beberapa contoh dari nilai-nilai dalam kehidupan seseorang. Kesadaran semacam ini akan semakin luhur dan akan semakin sempurna apabila manusia menjadikan kitab suci sebagai referensinya.
bersikap yang berasal dari dalam diri sendiri tentang menjalani hidup dan
mengambil keputusan. Nilai-nilai itu dapat berbentuk kejujuran, kebenaran, ketidakberpihakan, keadilan, kehormatan adalah beberapa contoh dari nilai-nilai dalam kehidupan seseorang. Kesadaran semacam ini akan semakin luhur dan akan semakin sempurna apabila manusia menjadikan kitab suci sebagai referensinya.
c.
Visi dan panggilan hidup. Visi
merupakan kemampuan berfikir
atau merencanakan masa depan dengan bijak dan imajenatif, menggunakan gambaran mental tentang situasi yang dapat dan mungkin terjadi pada masa yang akan datang. Visi akan menjadi cahaya pembimbing hidup seseorang. Namun demikian tentang masih membutuhkan daya juang untuk memperjuangkan nilai-nilai luhur itu, sebab betapapun baiknya nilai luhur itu akan mendapatkan rintangan dari sisi yang lain.
atau merencanakan masa depan dengan bijak dan imajenatif, menggunakan gambaran mental tentang situasi yang dapat dan mungkin terjadi pada masa yang akan datang. Visi akan menjadi cahaya pembimbing hidup seseorang. Namun demikian tentang masih membutuhkan daya juang untuk memperjuangkan nilai-nilai luhur itu, sebab betapapun baiknya nilai luhur itu akan mendapatkan rintangan dari sisi yang lain.
d. Belas
kasih. Belas kasih akan memunculkan sikap simpati dan
kepedulian kepada orang lain melalui niat dan perbuatan. Belas kasih ini juga akan membangun seseorang memiliki komitmen kepada orang lain dan akan ikut bertanggung jawab dalam menolong mereka.
kepedulian kepada orang lain melalui niat dan perbuatan. Belas kasih ini juga akan membangun seseorang memiliki komitmen kepada orang lain dan akan ikut bertanggung jawab dalam menolong mereka.
e. Memberi
dan menerima. Rasa bersyukur akan mencul dari
prinsip ini. Mempraktekkan kemurahan hati dan rasa syukur sejalan dengan menarik dan menghembuskan nafas. Memberi dan menerima ini akan mengantarkan seseorang untuk selalu menunjukkan sikap hangat, jujur, murah hati, dan mengalah kepada orang yang dicintai dan di sayangi. Inilah implikasi dari semangat kemurahan hati.
prinsip ini. Mempraktekkan kemurahan hati dan rasa syukur sejalan dengan menarik dan menghembuskan nafas. Memberi dan menerima ini akan mengantarkan seseorang untuk selalu menunjukkan sikap hangat, jujur, murah hati, dan mengalah kepada orang yang dicintai dan di sayangi. Inilah implikasi dari semangat kemurahan hati.
f. Kekuatan
tawa. Prinsip ini akan bermanfaat bagi seseorang dalam mengurangi stres, meningkatkan
kesejahteraan secara umum dan
menambah jumlah teman. Komunikasi dengan orang lain terkadang
memerlukan bumbu-bumbu humor. Prinsip ini pada akhir akan membawa seseorang hubungan yang lebih harmonis dengan orang lain dan akan semakin membuka kesempatan sinergi dalam mengamalkan nilai-nilai luhur sebagai buah dari kecerdasan spiritual.
menambah jumlah teman. Komunikasi dengan orang lain terkadang
memerlukan bumbu-bumbu humor. Prinsip ini pada akhir akan membawa seseorang hubungan yang lebih harmonis dengan orang lain dan akan semakin membuka kesempatan sinergi dalam mengamalkan nilai-nilai luhur sebagai buah dari kecerdasan spiritual.
g. Menjadikan
kanak-kanak kembali. Maksud dari prinsip ini
adalah seseorang harus mempunyai pandangan polos seperti anak kecil yang berupa; energi dan semangat tanpa batas, cinta tak bersyarat, kegembiraan, spontanitas, dan keceraian, semangat petualang, keterusterangan, kemurahan hati, keingintahuan, dan rasa penasaran, serta keheranan dan kekaguman.
adalah seseorang harus mempunyai pandangan polos seperti anak kecil yang berupa; energi dan semangat tanpa batas, cinta tak bersyarat, kegembiraan, spontanitas, dan keceraian, semangat petualang, keterusterangan, kemurahan hati, keingintahuan, dan rasa penasaran, serta keheranan dan kekaguman.
h. Kekuatan
ritual. Kekuatan ritual ini merupakan adat atau
cara untuk melakukan sesuatu. Ritual memiliki bentuk dan waktu tertentu
dengan isyarat tertentu. Ritual biasanya dilaksanakan sesuai dengan urutan yang sudah ditetapkan. Ibadah rutin yang di jalankan seseorang akan menjadi pintu pembuka bagi kepekaan hati nurani menuju kepada kebaikan. Seseorang yang ingin meningkatkan kecerdasan spiritualnya haruslah secara disiplin melakukan ibadah ritual rutin dengan keyakinan yang dianutnya.
cara untuk melakukan sesuatu. Ritual memiliki bentuk dan waktu tertentu
dengan isyarat tertentu. Ritual biasanya dilaksanakan sesuai dengan urutan yang sudah ditetapkan. Ibadah rutin yang di jalankan seseorang akan menjadi pintu pembuka bagi kepekaan hati nurani menuju kepada kebaikan. Seseorang yang ingin meningkatkan kecerdasan spiritualnya haruslah secara disiplin melakukan ibadah ritual rutin dengan keyakinan yang dianutnya.
i. Ketentraman.
Ketentraman ini merupakan kondisi dimana
seseorang bebas dari kecemasan, kekacauan atau kesedihan. Menurut Covey ketentraman adalah salah satu bentuk respon terhadap peristiwa apapun setiap manusia diberi kewenangan untuk mengambil respon sesuai dengan keinginannya.
seseorang bebas dari kecemasan, kekacauan atau kesedihan. Menurut Covey ketentraman adalah salah satu bentuk respon terhadap peristiwa apapun setiap manusia diberi kewenangan untuk mengambil respon sesuai dengan keinginannya.
j. Cinta.
Rasa cinta akan membangun seseorang untuk cinta
kepada diri sendiri, sesama, dan jagat raya dapat dianggap sebagai tujuan
hidup dan spiritual yang paling akhir. Cinta kepada Sang Penciptapun akan muncul disini dan ini akan menjadi sumber energi bagi komitmen kebenaran dan etika.
kepada diri sendiri, sesama, dan jagat raya dapat dianggap sebagai tujuan
hidup dan spiritual yang paling akhir. Cinta kepada Sang Penciptapun akan muncul disini dan ini akan menjadi sumber energi bagi komitmen kebenaran dan etika.
7.
Faktor yang Pendukung dan Penghambat Kecerdasan
Spiritual
a. Faktor-faktor yang Mendukung Kecerdasan
Spiritual[13]
1)
Inner value (nilai-nilai spiritual dari dalam) yang berasal
dari dalam diri (suara hati) : transparency, responsibilities,
accountabilities, fairness dan social wareness.
2)
Drive yaitu dorongan dan usaha untuk mencapai
kebenaran dan kebahagiaan.
b. Penyebab
Kecerdasan Spiritual Seseorang Terhambat[14]
Ada tiga sebab yang membuat seseorang dapat
terhambat secara spiritual, yaitu :
1)
Tidak mengembangkan beberapa bagian dari
dirinya sendiri sama sekali.
2)
Telah mengembangkan beberapa bagian, namun
tidak proporsional.
3)
Bertentangannya / buruknya hubungan antara
bagian-bagian.
[1] Tim Penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia,
(Jakarta: Balai Pustaka, 1998), hlm. 164.
[2] Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan &
Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai
Pustaka, 1995), hlm. 164
[3] Ary Ginanjar Agustian, ESQ:
Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan Spiritual, Jilid. 1,(Jakarta:
Arga, 2001), hlm.14
[4] Ary Ginanjar Agustian, ESQ:
Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan Spiritual, (Jakarta: Arga,
2001), hlm. 47.
[5] Abdul Wahid Hasan, SQ Nabi , Aplikasi
Strategi & Model Kecerdasan Spiritual Rasulullah di Masa Kini, (Jogjakarta:
IRCiSoD, 2006), hal 41.
[6] Sukidi, Rahasia sukses Hidup Bahagia
KECERDASAN SPIRITUAL Mengapa SQ lebih Penting daripada IQ dan EQ, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2004),
Hlm. 67 -68
[7] Ary Ginanjar Agustian, ESQ: Rahasia Sukses
Membangun Kecerdasan Emosi dan Spiritual, (Jakarta: Arga, 2001), hlm 225.
[8] K.H. Toto Tasmara, Spiritual Centered
Leadership, Kepemimpinan Berbasis Spiritual, (Jakarta: Gema Insani, 2006),
hal 9.
[9] Abdul Wahid Hasan, SQ Nabi , Aplikasi
Strategi & Model Kecerdasan Spiritual Rasulullah di Masa Kini, (Jogjakarta:
IRCiSoD, 2006), hal 69-74.
[10] Abdul Wahid Hasan, Cara Meningkatkan Kecerdasan Spiritual,
(Jakarta : Rosda Karya, 2011) hlm 81.
[13] Richard
Bowell. The
seven steps of spiritual intelligence: the practical pursuit of purpose,
success, and happiness. (Nicholas
Brealey Publishing : 2005)